August 16, 2008

Sang Jendral Gede

Bulan rezeki penjual bendera. Peringatan Hari Kemerdekaan telah berlangsung, namun sorak sorai dari tahun ke tahun terasa berkurang “volumenya”, entah kenapa. Sepertinya momen 17 Agustus sudah ngebosenin, hanya rutinitas tiap tahun. Membantu ngeramein jagat, kita akan membicarakan orang yang sudah meninggal, nah lo ? Lebih tepatnya pahlawan. Jika biasanya jika ada orang meninggal, penduduk banyak bertanya apa penyebab kematiannya, sakit apa, ketabrak dimana, salah minum obat apa, kesamber gledek dimana ? Daripada niru kebanyakan orang, lebih baik kita ngomongin bagaimana jenazah tersebut sewaktu hidup, dengan begitu kita bisa meneladani kebaikannya. Demi tetap menghargai jasa para pahlawan dan menjaga eksistensi FDK, Sang Jendral, Soedirman kini jadi sorotan.

Jendral Soedirman berkata, " ROBEK-ROBEKLAH BADANKU, POTONG-POTONGLAH JASATKU INI, TETAPI JIWAKU YANG DILINDUNGI BENTENG MERAH PUTIH AKAN TETAP HIDUP, TETAP MENUNTUT BELA SIAPAPUN LAWAN YANG AKU HADAPI."

Di kehidupannya, tidak seperti jendral pada umumnya, tak ada jeep, tak ada seragam kebesaran, pangkat berlapis, topi tentara, kaca mata hitam, sepatu bagus khusus perang, yang ada hanya blangkon, setelan jas kumal besar, tongkat, dan tandu, itupun saat beliau sakit.

Jenderal T.B Simatupang mengatakan, " Jasa Pak Dirman yang terbesar ialah bahwa beliau dapat mengikat semua golongan-golongan di kalangan Angkatan Perang kita pada waktu itu, tanpa menjadikan pimpinan itu suatu pengertian yang kosong atau samar"

Kapten Soepardjo Roestam ( saat menjadi ajudan Pak Dirman) berkata, " dengan keadaan yang amat lemah karena sejak pagi belum ada sedikitpun makanan atau minuman yang masuk perutnya, tetapi terdorong oleh kemauan yang kerasa memberikan kekuatan padanya, Pak Dirman meninggalkan kota dan keluarganya itu. Rencananya akan menuju ke Imogiri melalui Bantul. Walupun kondisi lemah anehnya kondisi Pak Dirman tidak bertambah buruk sampai pada waktu makan pertama hari itu Jam 23:00. Panglima Soedirman memerintahkan dua orang masuk kota untuk meminta perhiasan-perhiasan dari Bu Dirman guna bekal gerilya”

Jendral Soedirman juga merupakan hamba Allah yang taat. Feeling yang tepat, diberikan Allah padanya pada suatu ketika, dengan itu pengkhianat dari pasukan gerilyanya berhasil dikeluarkan. Saat itu, jendral berinisiatif untuk dzikiran bersama pasukannya, dengan menggunakan peci dan sarung, mereka dzikiran bersama. Berselang beberapa saat, pasukan Belanda datang, sontak seorang pengkhianat berdiri, berkata pada pasukan Belanda, dan menunjuk-nunjuk di jamaah dzikiran ada Jendral Soedirman. Tapi Belanda tidak percaya pada pengkhianat tadi, mereka dibutakan Allah meskipun memang benar itu adalah Jendral Soedirman, belanda menganggap jamaah tadi hanya kiai dan santri-santrinya yang sedang mengaji, walau pengkhianat meten, Belanda tetap gak percaya, dan akhirnya malah menembak pengkhianat tersebut karena disangka pembohong.


5. Mereka Itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung[19].

[19] ialah orang-orang yang mendapat apa-apa yang dimohonkannya kepada Allah sesudah mengusahakannya.

67. Adapun orang yang bertaubat dan beriman, serta mengerjakan amal yang saleh, semoga dia termasuk orang-orang yang beruntung.


Tak seberuntung Sang Jendral. Seperti halnya Portugal, Spanyol, dan Prancis, Belanda memang suka menginjakkan kaki di negeri orang untuk menjajah. Suriname, beberapa negara di Afrika, dan Indonesia pernah dijajah meneer Belanda. Berbeda dengan negara mantan jajahan Inggris yang rata-rata kini telah jauh berkembang bahkan maju seperti Australia, Brunei Darussalam, Malaysia, dan India, negara bekas jajahan Belanda cenderung lambat berkembang. Meski kebanyakan memiliki SDA melimpah namun itu semua belum bisa “menghebatkan” negara tersebut. Menristek menyebut fenomena ini sebagai “Penyakit Belanda”, Dutch Disease.

Musuh zaman sekarang. Tak seperti musuh yang dihadapi saat Agresi Militer Belanda II, musuh kita adalah penyakit Belanda. Kita tentu sering mendengar, bahkan mengucapkan penggalan Q.S. Ar Ra’d : 11 yang pada zaman Bung Karno populer disebut “Ayat Revolusi.” Atas tuntutan waktu itu, direkayasalah yang terjemahannya menjadi : “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sampai kaum itu mengubah nasib mereka sendiri.” Maa yang mubham disamarkan (menurut tata bahasa arab : merupakan kata ganti benda tidak konkret) dan biasanya diterjemahkan dengan kata “apa”, dikonkretkan menjadi “nasib.” Jadi, terjemahan tadi seolah apa yang kita dapat adalah mutlak jerih payah kita. Yang benar, Allah-lah yang memberi rezeki, bukan manusia. Yang dimaksud sebenarnya dalam ayat tersebut adalah “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah apa yang ada pada suatu kaum sampai kaum itu sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka.” Dikuatkan dengan ayat yang mirip dan justru menjelaskan pengertian lafal maa yang mubham tadi. Dalam Q.S. Al Anfal : 53, “(Hukuman Allah) yang demikian itu dikarenakan sesungguhnya Allah sekali-sekali tidak akan mengubah suatu nikmat yang telah dianugerahkan kepada suatu kaum hingga kaum itu mengubah apa yang pada diri mereka sendiri.” Jadi sebenarnya Q.S. Ar ra’d : 11 –wallahu a’lam bishshawaab-merupakan pernyataan Allah bahwa nikmat yang sejak awal Ia anugerahkan kepada suatu kaum, bangsa, atau bahkan seluruh umat manusia, tidak akan diubah alias dicabut oleh-Nya selama kaum atau bangsa itu sendiri tidak mengubah apa yang ada pada diri mereka (ijtihad K.H.A. Mustofa Bisri). So, bisa jadi krisis yang berentet di negeri ini dan dutch disease akibat banyaknya perbuatan menyimpang oleh manusia Indonesia, nikmat kita lagi dicabut. Ngerti kan sing musti dilakoni ? Ya kudu jadi wong bener, wong takwa.

Labels:

0_orang telah berjasa| komen artikel